
selamat ulang tahun Indonesiaku. Akhirnya kau bisa juga memasuki usia ke-66 meski dalam suasana yang tidak bisa dibilang membahagiakan..Begitu banyak luka yang tergores di wajahmu. Dan sepertinya air matamu belum juga kering menangisi putra-putrimu yang makin hari semakin brutal..Kekerasan masih saja merajalela tak kunjung berhenti, meski kampanye anti kekerasan masih terus berkumandang..Tapi kau pasti tahu benar, Indonesia, betapa putra-putrimu itu sudah sedemikian tuli dan bebal. Tak ada lagi nurani yang masih bersih. Semua sudah kotor lagi compang-camping, karena tak tahan menahan deraan.
Indonesia, di ulang tahunmu kali ini, saya tak punya kado yang pantas untuk kupersembahkan kepadamu. saya hanya ingin bercerita, mengeluarkan catatan kecil yang terjadi sekarang ini (di Indonesia)..Saya sadar cerita ini bukan cerita indah layaknya dongeng sebelum tidur, atau cerita yang penuh keceriaan yang akan membuatmu tersenyum. Ini hanyalah cerita yang terjadi di negerimu sekarang ini. Kegelisahan dari rakyat Indonesia yang makin hari semakin tak tahan melihat engkau menderita..Tapi, daripada di pendam oleh mereka (rakyat Indonesia), lebih baik saya bercerita sedikit saja kepadamu. Mungkin ini lebih baik buatku dan buatmu. Baik untuk rakyat Indonesia karena setidaknya mereka akan lega jika mengeluarkan uneg-uneg ini. Baik buatmu, agar kau tahu seberapa tinggi kau akan meletakkan harapanmu kepada mereka sebagai penerusmu. Meski cerita ini lebih bernada sedih, tapi saya yakin kejujuran lebih baik daripada kemunafikan.
Indonesia, dulu waktu saya masih duduk di bangku SD dan SMP, saya begitu bangga kepadamu..Saya ingat benar betapa kebanggaanku itu meluap-luap tatkala guruku PPKN menjelaskan bahwa kau adalah bangsa yang begitu menyenangkan..Kau punya motto "Bhineka Tunggal Ika", berbeda-beda tetapi tetap satu. Wah, benar-benar membanggakan! Meski suku bangsamu beraneka ragam, mereka semua mau bersatu padu, bergotong-royong membangun dan mempertahankan engkau.
Tetapi rupanya, dibalik pelajaran yang membanggakan, yang diberikan bapak-ibu guruku itu, ternyata tersimpan luka yang begitu dalam. Hal itu pelan-pelan saya ketahui saat saya duduk di bangku SMA..Waktu itu Pak Harto masih bertahta, dan betapa mirisnya hatiku saat saya tahu bahwa ada begitu banyak kecurangan dan noda-noda darah yang harus ditumpahkan untuk menjaga wibawanya.
Saat ini pun korupsi masih merajalela di mana-mana. Hedonisme, materialisme semakin merasuk ke dalam masyarakat yang sakit ini..Belum lagi hutang-hutang luar negeri yang makin menumpuk, dan tak tahu apakah kami masih sanggup membayarnya. Dan yang lebih mengenaskan, seakan-akan aparat dan pemerintah adalah sekumpulan orang-orang yang berkepala celengan..Yang dipikir hanya duit, duit, dan duit..Mereka tak lagi mendengar jeritan rakyat yang masih kelaparan dan lelah. (Ya, ampun inikah Indonesia yang berlabel "tepo seliro dan gotong-royong" ini?)
Diam-diam rakyat Indonesia menangis, dan merasa diri tak berarti..Mereka (rakyat Indonesia) merasa diri bukan orang yang memiliki harta apalagi kuasa, yang sanggup meruntuhkan ketidakadilan dan kesewang-wenangan..Mereka semua hanyalah orang biasa, bagian dari rakyat kebanyakan, yang setiap saat bisa dilumpuhkan oleh aparat..Mungkin di Indonesia ini hanya sedikit orang-orang yang lebih beruntung karena tidak mengalami teror kekerasan. Dan ada juga orang Indonesia yang sudah bisa mulai menghidupi dirinya sendiri..Oleh karena itu, kita semua harus bersyukur masih bisa memperoleh rejeki, dan tidak kebingungan mencari pekerjaan..Namun, jika melihat ketidakadilan dan pertumpahan darah yang hampir setiap hari ditayangkan di TV itu, mereka merasa terpenjara dan tak tahu harus berbuat apa.
Indonesia, kau mungkin sudah cukup sedih melihat penderitaan bangsamu ini, dan sekarang aku menambah deretan kesedihanmu itu..Namun saya berharap, kau masih sanggup untuk berdiri, meniti cita-citamu, dan berusaha untuk melangkahkan kaki menggapainya. Saya berdoa, semoga di usiamu yang sudah merangkak senja ini, masih ada wargamu yang memiliki nurani jernih..Meski hal itu terasa mustahil, tapi apa salahnya jika kita terus berharap...
"...Kulihat ibu pertiwi, kami datang berbakti & lihatlah putra-putrimu, menggembirakan ibu (hari ini)..."
Thanks, My Dear....
_a-nay_